Selasa, 08 Maret 2022

Bambang Ekalawya

Foto : https://bit.ly/3tHEzrd


    Ekalawya (Dewanagari: एकलव्य; IAST: Ekalavya) adalah seorang pangeran dari kaum Nishada (persekutuan dari suku-suku pemburu dan manusia pedalaman) dalam wiracarita India Mahabharata. Diceritakan bahwa ia merupakan anak angkat dari Hiranyadanus, pemimpin kaum Nishada, dan merupakan sekutu Jarasanda. Ia memiliki kemampuan yang setara dengan Arjuna dalam ilmu memanah. Dalam Mahabharata dikisahkan bahwa ia bertekad ingin menjadi pemanah terbaik di dunia sehingga memohon untuk diangkat sebagai murid Drona, tetapi permohonannya ditolak. Meskipun di kemudian hari ia kehilangan ibu jari tangan kanannya, Ekalawya tetap dikenal sebagai seorang pemanah dan kesatria yang tangguh.
    Dalam bahasa Sanskerta, kata Ekalavya secara harfiah berarti "ia yang memusatkan pikirannya kepada suatu ilmu/mata pelajaran". Sesuai dengan arti namanya, Ekalawya adalah seorang kesatria yang memusatkan perhatiannya kepada ilmu memanah. Dalam kisah pedalangan Jawa yang mengadaptasi wiracarita Mahabharata, Ekalawya disebut Bambang Ekalaya atau Bambang Ekawaluya, atau dengan sebutan Bambang Palgunadi
    Dalam kitab Mahabharata dikisahkan bahwa Ekalawya merupakan pemanah dari golongan Nishada. Dengan didasari oleh keinginan untuk memperdalam ilmu panahan, ia datang ke Hastinapura untuk berguru langsung kepada Drona, guru para pangeran Dinasti Kuru (Pandawa dan Korawa). Namun permohonannya ditolak karena Drona khawatir bahwa kemampuannya bisa menandingi Arjuna, murid kesayangan Drona. Di samping itu, Drona berjanji untuk menjadikan Arjuna sebagai satu-satunya kesatria pemanah paling unggul di dunia. Meskipun demikian, penolakan Drona tidak menghalangi niatnya untuk memperdalam ilmu memanah.
    Ekalawya memutuskan untuk kembali ke hutan dan mulai belajar sendiri. Sebagai motivasi dan inspirasi, ia membuat patung berbentuk Drona dari tanah dan lumpur bekas pijakan Drona, serta memuliakan patung tersebut seakan-akan itu adalah Drona yang asli. Berkat kegigihannya dalam berlatih, Ekalawya menjadi seorang prajurit dengan kecakapan dalam ilmu memanah, yang berpotensi untuk menyaingi kemahiran Arjuna.
    Pada suatu hari, saat sedang berlatih di tengah hutan, ia mendengar suara anjing menggonggong ke arahnya. Tanpa melihat sumber suara, Ekalawya melepaskan beberapa anak panah yang akhirnya menyumpal mulut anjing tersebut. Si anjing tidak mati, tetapi sumpalan anak panah membuatnya tak bisa menggongong. Ia pun segera meninggalkan Ekalawya. Saat anjing yang tersumpal itu ditemukan oleh Drona dan para pangeran Dinasti Kuru, mereka kebingungan karena sejauh pengetahuan mereka, tidak ada orang yang mampu melakukan keterampilan memanah seperti itu selain Arjuna. Kemudian mereka melacak jejak anjing tersebut, yang mengarah kepada Ekalawya. Saat diinterogasi, Ekalawya memperkenalkan dirinya sebagai murid Drona. Mendengar pengakuan Ekalawya, timbul kegundahan dalam hati Arjuna, bahwa ia tidak lagi menjadi seorang pemanah terbaik di dunia. Perasaan gundah Arjuna akhirnya terbaca oleh Drona, yang juga teringat akan janjinya untuk menjadikan Arjuna sebagai pemanah terhebat di dunia.
    Saat bertemu Drona dan Arjuna, Ekalawya dengan sigap menyembah sang guru, tetapi ia malah mendapat amarah atas sikap yang dianggap tidak bermoral, yaitu lancang mengaku sebagai murid Drona meskipun dahulu sudah pernah ditolak untuk diterima sebagai murid. Dalam kesempatan itu pula, Drona meminta Ekalawya untuk mempersembahkan guru-daksina apabila mau diakui sebagai murid. Pada zaman India Kuno, guru-daksina merupakan tradisi memberikan sesuatu sesuai permintaan guru kepada muridnya, sebagai tanda terima kasih dari seorang murid yang telah menyelesaikan pendidikan.
    Ekalawya mengaku bahwa ia tidak memiliki barang berharga apa pun untuk diberikan. Namun Drona meminta supaya ia memotong ibu jari tangan kanannya sebagai daksina. Awalnya Ekalawya ragu, tetapi Drona tetap memintanya secara tegas. Permohonan Drona pun dilakukan oleh Ekalawya. Ia menyerahkan ibu jari kanannya kepada Drona, meskipun dia tahu akan akibat dari pengorbanannya tersebut, yaitu kehilangan kemampuan maksimal dalam memanah.
    Dalam kitab Hariwangsa dan Bhagawatapurana, dikisahkan bahwa Ekalawya mengabdi pada Jarasanda di Magadha. Ia juga turut membantu ketika Jarasanda mengepung Mathura, kota para Yadawa. Saat Rukmini dilarikan oleh Kresna, Ekalawya juga turut melakukan pengejaran bersama Jarasanda dan Sisupala. 
    Kematian Ekalawya termuat dalam Srimad-bhagawatam. Setelah tewasnya Jarasanda, Ekalawya bertempur untuk membalas dendam dengan cara mengepung Dwaraka, kediaman Kresna dan Baladewa (Balarama). Ia bertarung melawan pasukan Yadawa, dan akhirnya tewas dalam pertempuran setelah Kresna melemparkan batu ke arahnya.

Referensi :

0 komentar:

Posting Komentar