Kamis, 26 Agustus 2021

Wayang Kulit Gambuh


Wayang Gambuh adalah salah satu jenis wayang Bali yang langka, pada dasarnya adalah pertunjukan wayang kulit yang melakonkan ceritera Malat, seperti wayang Panji/wayang Gedog yang ada di Jawa. 
Wayang Gambuh mempunyai hubungan erat dengan drama tari Gambuh, terutama dari sumber lakon, gambelan dan beberapa yang lain. Oleh karena itu, maka dalam banyak hal ini wayang Gambuh merupakan pementasan Gambuh melalui wayang kulit.

Perangkat Wayang Gambuh
Dalam pementasan Wayang Gambuh, biasanya menggunakan barungan gamelan berlaras pelog. Barungan gamelan tersebut antara lain :
  • Beberapa suling besar,
  • Sepasang kendang kerumpungan lanang dan wadon,
  • Sebuah rebab, kajar, klenong, klenang, kempur,
  • Satu tangguh kenyir, ricik, gentorang, 
  • Dua tungguh kangsi,
  • Tiga buah gumanak.
Selain dalam pementasan Wayang Gambuh, barungan ini juga kadang-kadang dipakai untuk pertunjukan Wayang Cupak.
Pertunjukan Wayang Sasak juga memakai barungan yang serupa, hanya seberapa ricikan saja yang tidak dipakai.

Sejarah Wayang Gambuh
Tidak ada yang mengetahui pasti kapan wayang jenis ini berkembang di Bali karena tidak ada sumber tertulis. Jika ada yang mengatakan kelahirannya bersamaan Dramatari Gambuh, maka perkiraan Wayang Gambuh lahir sekitar abad XV (Bandem dkk, 1974:7).
Sedangkan menurut penjelasan alm. I Ketut Rinda, Wayang Kulit Gambuh Bali berasal dari Blambangan (Jawa Timur). Berawal dari Raja Mengwi yang berhasil menaklukkan Raja Blambangan, yakni Mas Sepuh dan Mas Sedah (dalem Tawang Ulun) pada tahun 1634.
Kemudian wayang beserta dalangnya diboyong ke Bali. Dan, raja Mengwi kemudian bergelar I Gusti Agung Blambangan. Pada saat itu, daerah Blahbatuh yang di bawah kepemimpinan I Gusti Ngurah Jelantik masih termasuk daerah kekuasaan Raja Mengwi.
Oleh karena itu, Raja Mengwi tidak keberatan memenuhi permohonan I Gusti Ngurah Jelantik agar wayang dari Blambangan dikirim ke Blahbutuh bersama Mpu kekeran (pedanda Sakti Kekeran). Pemindahan tersebut termasuk dalangnya yang bernama Arya Tega.
Melalui cerita di atas, dapat dikatakan bahwa Wayang Kulit Gambuh lahir dan berkembang di Blahbatuh dengan Arya Tega sebagai dalang yang pertama. Hingga sekarang pun, wayang yang bersejarah tersebut masih sangat dikeramatkan di Puri Blahbatuh.

Perkembangan Wayang Gambuh
Dalam perkembangan selanjutnya, kesenian wayang ini menyebar ke Sukawati dan Badung. Tjokorda Gede Agung Sukawati dari Puri Kaleran Sukawati meniru bentuk Wayang Blahbatuh yang kemudian tersimpan di Pura Penataran Agung Sukawati.
Dalang dari Sukawati yang bernama I Ambul juga pernah mendapatkan pelajaran langsung dari I Gusti Tega (Arya Tega). Ketika Arya Tega meninggal pada kisaran tahun 1905, putranya yang bernama I Gusti Kabor menganti perannya hingga pada tahun 1908.
Setelah itu, anak I Gusti Kabor yang bernama I Gusti Nyoman Pering Tega menggantikan kedudukan ayahnya sebagai seorang dalang. Adapun sejak kurang lebih tahun 1915, sudah tidak ada lagi dalang Wayang Gambuh di wilayah Blahbutuh.
Pada masa kedudukan Jepang tahun 1943, I Ketut Rinda berusaha menghidupkan kembali Wayang Kulit Gambuh, namun tidak banyak membawa hasil. Ia juga membina I Made Sidja dan I Wayan Narta. Sejauh ini hanya dalang I Wayan Narta yang sesekali mementaskannya.

Lakon Dan Tokoh-Tokoh Wayang Gambuh
Biasanya dalam Wayang Gambuh cerita yang di gunakan adalah cerita Panji, misalnya Prabhu Lasem, Terbakarnya Alas Teratai Bang, dan Prabu Gagelang membangun karya di Gunung Pengebel. Nama-nama tokoh dalam Wayang Gambuh diambil dari tokoh dalam dramatari Gambuh, seperti :
  • Panji,
  • Mantri pajang, 
  • Naranat eng Gegelang, 
  • Nrepati jenggala, 
  • Mantri Weke, 
  • Prabu Pajang,
  • Demang, 
  • Tumenggung, 
  • Prabhu Wiranantaja, 
  • Ratnaningrat, 
  • Rangkasari, 
  • Raden Arya, 
  • Bhagawan Melayu, 
  • Raja Kosa, 
  • Raja Bintulu, 
  • Raja Gwa, 
  • Lembu Suranggana, 
  • Jara Dira, 
  • Lawe, 
  • Nabi, 
  • Sirikan, 
  • Singara, 
  • Kadiri, 
  • Demung, 
  • Mataram, 
  • Gagak Dwinda, 
  • Mantring Toker, 
  • Kebo Pater, 
  • Patih, 
  • Mantri rangda, 
  • Tan mundur, 
  • Agun-agun, 
  • Katrangan Banyak, 
  • Angkawa, 
  • Prakasa, 
  • Demung, 
  • Semar, 
  • Jabung, 
  • Togog, 
  • Turas, 
  • Bayan, dan 
  • Sangit. 
Dialog-dialog yang digunakan oleh tokoh-tokoh dalam wayang Gambuh mengunakan bahasa Kawi tengahan (kawi Madia), sesuai dengan bahasa Kawi yang di pakai dalam lontar malat, kecuali tokoh Punakawan yang berbahasa Bali, baik halus, madya, atau kasar.

Referensi :

0 komentar:

Posting Komentar