• Wayang lemah dibeberapa tempat juga disebut dengan wayang gedog. Wayang ini merupakan wayang yang dimainkan dalam rangka upacara agama Hindu di Bali. Wayang lemah dipentaskan tanpa mempergunakan layar atau kelir dan lampu blencong. Dalam memainkan wayangnya, dalang menyandarkan...
  • Seperti namanya, wayang peteng adalah wayang yang dipentaskan di malam hari. Pertunjukan wayang peteng memiliki tema yang lebih luas, dapat berupa hiburan atau spiritual. Wayang peteng berdasarkan tema ceritanya dapat dibagi lagi menjadi sembilan jenis yaitu Wayang Parwa,...
  • Wayang Parwa adalah Wayang kulit yang membawakan lakon - lakon yang bersumber dari wiracarita Mahabrata yang juga dikenal sebagai Astha Dasa Parwa. Wayang Parwa adalah Wayang Kulit yang paling populer dan terdapat di seluruh Bali. Wayang Parwa dipentaskan pada malam hari,...
  • Wayang Ramayana adalah wayang kulit yang membawa lakon-lakon dari wiracarita Ramayana. Wayang ini dipentaskan pada malam hari, memakai kelir dan lampu blencong, dengan diiringi gamelan batel pewayangan berlaras slendro lima nada yang energik dan dinamis. Wayang Ramayana...
  • Wayang Calonarang atau yang juga sering disebut sebagai Wayang Leak, adalah salah satu jenis wayang kulit Bali yang dianggap angker karena dalam pertunjukannya banyak mengungkapkan nilai-nilai magis dan rahasia pangiwa dan panengen. Wayang ini pada dasarnya adalah pertunjukan...

Kamis, 26 Agustus 2021

Wayang Kulit Cupak

Wayang Cupak termasuk wayang kulit Bali yang sangat langka, adalah pertunjukan wayang kulit yang melakonkan cerita Cupak Grantang yang mengisahkan perjalanan hidup dari dua putra Bhatara Brahma yang sangat berbeda wataknya.

Bentuk pertunjukan wayang ini tidak jauh berbeda dengan wayang kulit Bali lainnya hanya saja tokoh-tokoh utamanya terbatas pada Cupak dan Grantang, Men Bekung dan suaminya Pan Bekung, Raksasa Benaru, Galuh Daha, Prabu Gobagwesi dan lain sebagainya.

Pertunjukan wayang Cupak pada dasarnya masih tetap berpegang kepada pola serta struktur pementasan wayang kulit tradisional Bali (wayang Parwa).

Pagelaran Wayang Cupak melibatkan sekitar 12 orang pemain yang terdiri dari:

1 orang dalang
2 orang pembantu dalang
9 orang penabuh gamelan batel gender wayang.

Di antara lakon-lakon yang biasa dibawakan dalam pementasan wayang Cupak, adalah:

a) Matinya Raksasa Benaru
b) Cupak Dadi Ratu
c) Cupak Nyuti Rupa (Cupak ke sorga)

Kekhasan pertunjukan wayang Cupak ini terasa pada seni suara vokalnya yang memakai tembang-tembang macapat (ginada) dan penampilan tokoh-tokoh Bondres yang sangat ditonjolkan. Wayang Cupak sangat populer di daerah Kabupaten Tabanan.

Referensi :

Wayang Kulit Gambuh


Wayang Gambuh adalah salah satu jenis wayang Bali yang langka, pada dasarnya adalah pertunjukan wayang kulit yang melakonkan ceritera Malat, seperti wayang Panji/wayang Gedog yang ada di Jawa. 
Wayang Gambuh mempunyai hubungan erat dengan drama tari Gambuh, terutama dari sumber lakon, gambelan dan beberapa yang lain. Oleh karena itu, maka dalam banyak hal ini wayang Gambuh merupakan pementasan Gambuh melalui wayang kulit.

Perangkat Wayang Gambuh
Dalam pementasan Wayang Gambuh, biasanya menggunakan barungan gamelan berlaras pelog. Barungan gamelan tersebut antara lain :
  • Beberapa suling besar,
  • Sepasang kendang kerumpungan lanang dan wadon,
  • Sebuah rebab, kajar, klenong, klenang, kempur,
  • Satu tangguh kenyir, ricik, gentorang, 
  • Dua tungguh kangsi,
  • Tiga buah gumanak.
Selain dalam pementasan Wayang Gambuh, barungan ini juga kadang-kadang dipakai untuk pertunjukan Wayang Cupak.
Pertunjukan Wayang Sasak juga memakai barungan yang serupa, hanya seberapa ricikan saja yang tidak dipakai.

Sejarah Wayang Gambuh
Tidak ada yang mengetahui pasti kapan wayang jenis ini berkembang di Bali karena tidak ada sumber tertulis. Jika ada yang mengatakan kelahirannya bersamaan Dramatari Gambuh, maka perkiraan Wayang Gambuh lahir sekitar abad XV (Bandem dkk, 1974:7).
Sedangkan menurut penjelasan alm. I Ketut Rinda, Wayang Kulit Gambuh Bali berasal dari Blambangan (Jawa Timur). Berawal dari Raja Mengwi yang berhasil menaklukkan Raja Blambangan, yakni Mas Sepuh dan Mas Sedah (dalem Tawang Ulun) pada tahun 1634.
Kemudian wayang beserta dalangnya diboyong ke Bali. Dan, raja Mengwi kemudian bergelar I Gusti Agung Blambangan. Pada saat itu, daerah Blahbatuh yang di bawah kepemimpinan I Gusti Ngurah Jelantik masih termasuk daerah kekuasaan Raja Mengwi.
Oleh karena itu, Raja Mengwi tidak keberatan memenuhi permohonan I Gusti Ngurah Jelantik agar wayang dari Blambangan dikirim ke Blahbutuh bersama Mpu kekeran (pedanda Sakti Kekeran). Pemindahan tersebut termasuk dalangnya yang bernama Arya Tega.
Melalui cerita di atas, dapat dikatakan bahwa Wayang Kulit Gambuh lahir dan berkembang di Blahbatuh dengan Arya Tega sebagai dalang yang pertama. Hingga sekarang pun, wayang yang bersejarah tersebut masih sangat dikeramatkan di Puri Blahbatuh.

Perkembangan Wayang Gambuh
Dalam perkembangan selanjutnya, kesenian wayang ini menyebar ke Sukawati dan Badung. Tjokorda Gede Agung Sukawati dari Puri Kaleran Sukawati meniru bentuk Wayang Blahbatuh yang kemudian tersimpan di Pura Penataran Agung Sukawati.
Dalang dari Sukawati yang bernama I Ambul juga pernah mendapatkan pelajaran langsung dari I Gusti Tega (Arya Tega). Ketika Arya Tega meninggal pada kisaran tahun 1905, putranya yang bernama I Gusti Kabor menganti perannya hingga pada tahun 1908.
Setelah itu, anak I Gusti Kabor yang bernama I Gusti Nyoman Pering Tega menggantikan kedudukan ayahnya sebagai seorang dalang. Adapun sejak kurang lebih tahun 1915, sudah tidak ada lagi dalang Wayang Gambuh di wilayah Blahbutuh.
Pada masa kedudukan Jepang tahun 1943, I Ketut Rinda berusaha menghidupkan kembali Wayang Kulit Gambuh, namun tidak banyak membawa hasil. Ia juga membina I Made Sidja dan I Wayan Narta. Sejauh ini hanya dalang I Wayan Narta yang sesekali mementaskannya.

Lakon Dan Tokoh-Tokoh Wayang Gambuh
Biasanya dalam Wayang Gambuh cerita yang di gunakan adalah cerita Panji, misalnya Prabhu Lasem, Terbakarnya Alas Teratai Bang, dan Prabu Gagelang membangun karya di Gunung Pengebel. Nama-nama tokoh dalam Wayang Gambuh diambil dari tokoh dalam dramatari Gambuh, seperti :
  • Panji,
  • Mantri pajang, 
  • Naranat eng Gegelang, 
  • Nrepati jenggala, 
  • Mantri Weke, 
  • Prabu Pajang,
  • Demang, 
  • Tumenggung, 
  • Prabhu Wiranantaja, 
  • Ratnaningrat, 
  • Rangkasari, 
  • Raden Arya, 
  • Bhagawan Melayu, 
  • Raja Kosa, 
  • Raja Bintulu, 
  • Raja Gwa, 
  • Lembu Suranggana, 
  • Jara Dira, 
  • Lawe, 
  • Nabi, 
  • Sirikan, 
  • Singara, 
  • Kadiri, 
  • Demung, 
  • Mataram, 
  • Gagak Dwinda, 
  • Mantring Toker, 
  • Kebo Pater, 
  • Patih, 
  • Mantri rangda, 
  • Tan mundur, 
  • Agun-agun, 
  • Katrangan Banyak, 
  • Angkawa, 
  • Prakasa, 
  • Demung, 
  • Semar, 
  • Jabung, 
  • Togog, 
  • Turas, 
  • Bayan, dan 
  • Sangit. 
Dialog-dialog yang digunakan oleh tokoh-tokoh dalam wayang Gambuh mengunakan bahasa Kawi tengahan (kawi Madia), sesuai dengan bahasa Kawi yang di pakai dalam lontar malat, kecuali tokoh Punakawan yang berbahasa Bali, baik halus, madya, atau kasar.

Referensi :

Wayang Kulit Tantri

Wayang Tantri adalah wayang kreasi baru. Walaupun struktur pertunjukan, bentuk-bentuk wayangnya dan dialognya masih tetap mengacu kepada wayang tradisional Bali (kecuali figur-figur binatangnya).

Lakon yang dibawakan adalah cerita Ni Diah Tantri dan cerita-cerita mengenai kehidupan binatang lainnya. Wayang ini pertama kali diciptakan pada tahun 1981 oleh I Made Persib, mahasiswa jurusan Seni Pedalangan pada Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Denpasar, sebagai sebuah garapan pakeliran baru untuk ditampilkan pada Festival Seni Institut Kesenian Indonesia (IKI) di Bandung.

Waktu itu Made Persib memilik lakon "Pedanda Baka" atau "Cangak Maketu". Dua tahun kemudian, dengan penafsiran dan penggarapan yang lebih kaya, didukung ketrampilan teknik yang lebih matang, dalang kondang I Wayan Wija dari Banjar Babakan Sukawati mementaskan Wayang Tantri versi baru yang diiringi dengan gamelan batel Semar Pagulingan yang berlaras pelog. Jumlah pemain Wayang Tantri hampir sama dengan Wayang Ramayana.

Selain seorang dalang dengan dua orang pembantunya, dalam rombongan Wayang Tantri ini juga ada sekitar 13 orang penabuh gamelan yang memainkan 4 gender rambat, 2 kendang, 1 kajar, 1 klenang, 1 kempur dan kemong, 1 cengceng dan beberapa buah suling. Munculnya wayang Tantri ini tentu saja semakin memperkaya dan menyemarakkan seni pewayangan Bali. Namun yang lebih penting untuk dicatat adalah bahwa wayang Tantri membawa inovasi penting terutama dalam seni musik wayang yang selama ini didominir oleh musik - musik berlaras slendro. Juga cukup menonjol adalah penampilan figur-figur binatang dengan gerak-geriknya yang mendekati kenyataan.

Referensi :

Wayang Kulit Arja


Wayang arja adalah sebuah wayang ciptaan baru yang diciptakan pada tahun 1975 oleh dalang I Made Sidja dari desa Bona, atas dorongan almarhum I Ketut Rindha. Permunculan wayang ini banyak dirangsang oleh kondisi kehidupan Dramatari Arja yang ketika itu memprihatinkan, didesak oleh Drama Gong. Walaupun masih tetap mempertahankan pola pertunjukan wayang tradisional Bali, Wayang Arja menampilkan lakon-lakon yang bersumber pada cerita Panji (Malat).

Dalam Wayang Arja, peran utama yang memegang pokok cerita adalah tentang kerajaan-kerajaan yang terbagi dalam sisi "kanan" dan "kiri". Kerajaan-kerajaan yang terangkum dalam sekutu "kanan" antara lain adalah seperti Daha, Koripan, Singasari, dan Gegelang, sementara pihak "kiri"-nya adalah Lasem Metaum, Pajang Mataram, Cemara, dan Pajarakan.

Dalam wayang ini plot dramatik disusun hampir sama dengan yang terdapat di dalam Dramatari Arja. Oleh sebab itu pertunjukan Wayang Arja berkesan pagelaran Arja dalam bentuk Wayang Kulit. Pertunjukan Wayang Arja melibatkan sekitar 12 orang pemain yang terdiri dari:

1 orang dalang
2 orang pembantu dalang
9 orang penabuh Gamelan Gaguntangan yang berlaras pelog dan slendro.

Di antara lakon-lakon yang biasa ditampilkan antara lain adalah:

a) Waringin Kencana
b) Klimun Ilang Srepet Teka
c) Pakang Raras
d) Banda Kencana

Kekhasan pertunjukan Wayang Arja terasa pada seni suara vokalnya yang memakai tembang-tembang macapat yang biasa dipergunakan dalam pertunjukan Dramatari Arja. Juga, bentuk wayangnya menirukan tokoh-tokoh utama dalam Arja dengan segala atributnya. Wayang Arja kurang begitu populer di Bali, walaupun dalang yang biasa membawakan wayang ini terdapat hampir di seluruh Bali.

Referensi :

Wayang Kulit Babad


Wayang Babad adalah wayang kulit kreasi baru Bali yang paling muda dan oleh sebab itu masih mencari-cari identitas diri. Walaupun struktur pertunjukan bentuk-bentuk wayangnya dan dialognya masih tetap mengacu kepada pola wayang tradisional Bali, kecuali figur- figur bondresnya, lakon yang dibawakan adalah cerita sejarah Bali atau Babad, sumber lakon dari dramatari Topeng Bali.

Wayang ini pertama kali diciptakan dan dipentaskan pada tahun 1988 oleh I Gusti Ngurah Serama Semadi sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan program Seniman pada jurusan Pedalangan STSI Denpasar. Konon penciptaan Wayang Babad ini mendapat inspirasi dari pagelaran Wayang Topeng oleh dalang I Made Sidja dari desa Bona. Tahun 1995 I Ketut Agus Supartha, mementaskan wayang sejenis dengan penafsiran, penataan dan pengembangan pementasan yang lebih kaya. Sementara lakon yang dibawakan masih bersumber pada cerita Babad, dalang Ketut Partha tampil dengan gamelan Semar Pagulingan yang berlaras pelog. Pada tahun 1966, Ketut Ciptadi juga menampilkan Wayang Babad sebagai tugas akhirnya dalam menyelesaikan program Sarjana (S1) pada jurusan Pedalangan di STSI Denpasar.

Jumlah pemain Wayang Babad hampir sama dengan wayang Tantri, 17 (tujuhbelas) orang, yaitu:
1 orang dalang
2 orang pembantu dalang
14 (empat belas) orang penabuh gamelan Semar Pagulingan yang sudah dimodifikasikan untuk pementasan wayang kulit, tanpa trompong dan pengurangan instrumen lain.

Munculnya Wayang Babad, di samping memperkaya dan menyemarakkan seni perwayangan Bali, juga membawa inovasi penting terutama dalam lakon. Dengan Wayang Babad masyarakat Bali dapat menyaksikan kisah perjalanan para leluhur melalui pertunjukan wayang.

Referensi

Wayang Kulit Ramayana


Wayang Ramayana adalah wayang kulit yang membawa lakon-lakon dari wiracarita Ramayana. Wayang ini dipentaskan pada malam hari, memakai kelir dan lampu blencong, dengan diiringi gamelan batel pewayangan berlaras slendro lima nada yang energik dan dinamis. Wayang Ramayana biasanya dipentaskan sebagai sajian seni hiburan yang bersifat sekuler. Dalam pertunjukannya, dalang wayang Ramayana pada umumnya mementaskan lakon dari bagian Kiskenda Kanda sampai dengan Uttara Kanda.

Lakon - lakon wayang Ramayana yang biasa disajikan antara lain:

a) Perang Subali Sugriwa
b) Karebut Kumbakarna
c) Anggada Lina
d) Meganada Antaka
e) Katundung Hanoman
f) Kabiseka Anggada
g) Anoman Watugangga
h) Rama Hilang

Salah satu ciri khas dari pertunjukan Wayang Ramayana adalah penampilan pasukan keranya (palawaga) dengan pola gerak dan iringan musiknya yang berbeda-beda. Wayang Ramayana didukung oleh sekitar 14 (empat belas) orang yang terdiri dari:

1 orang dalang
2 orang Ketengkong (pembantu dalang)
11-12 orang penabuh Gamelan Batel Pawayangan yang mengiringi

Durasi pementasan wayang ini berkisar antara 3 sampai 4 jam.

Referensi :

Wayang Kulit Calonarang

Wayang Calonarang atau yang juga sering disebut sebagai Wayang Leak, adalah salah satu jenis wayang kulit Bali yang dianggap angker karena dalam pertunjukannya banyak mengungkapkan nilai-nilai magis dan rahasia pangiwa dan panengen. Wayang ini pada dasarnya adalah pertunjukan wayang yang mengkhususkan lakon-lakon dari cerita Calonarang.

Sebagai suatu bentuk seni perwayangan yang dipentaskan sebagai seni hiburan, wayang Calonarang masih tetap berpegang pada pola serta struktur pementasan wayang kulit tradisional Bali (Wayang parwa). Pagelaran wayang kulit Calonarang melibatkan sekitar 12 orang pemain yang terdiri dari:

1 orang dalang
2 orang pembantu dalang
9 orang penabuh

Di antara lakon-lakon yang biasa dibawakan dalam pementasan wayang Calonarang ini adalah:

a) Katundung Ratnamangali
b) Bahula Duta
c) Pangesengan Beringin

Kekhasan pertunjukan wayang Calonarang terletak pada tarian sisiya-nya dengan teknik permainan ngalinting dan adegan ngundang-ngundang di mana sang dalang membeberkan atau menyebutkan nama-nama mereka yang mempraktekkan pangiwa. Hingga kini wayang Calon arang masih ada di beberapa Kabupaten di Bali walaupun popularitasnya masih di bawah wayang parwa.

Wayang Calonarang biasanya diselenggarakan pada hari odalan, di daerah-daerah yang oleh masyarakat suku Bali diperkirakan sering dikunjungi leak, misalnya di dekat kuburan atau tempat ngaben. Leak adalah semacam makhluk halus dalam mitologi Bali. Dalam bentuk Wayang Kulit, Wayang Calonarang menampilkan bentuk-bentuk tokoh makhluk menakutkan. Untuk mempergelarkan Wayang Calonarang, diperlukan beberapa bebanten atau sesaji yang khusus.

Referensi :

Wayang Kulit Parwa

Foto : https://bit.ly/3gyTle4

Wayang Parwa adalah Wayang kulit yang membawakan lakon - lakon yang bersumber dari wiracarita Mahabrata yang juga dikenal sebagai Astha Dasa Parwa. Wayang Parwa adalah Wayang Kulit yang paling populer dan terdapat di seluruh Bali. Wayang Parwa dipentaskan pada malam hari, dengan memakai kelir dan lampu blencong dan diiringi dengan Gamelan Gender Wayang.

Walaupun demikian, ada jenis Wayang Parwa yang waktu penyelenggaraannya tidak harus pada malam hari. Jenis itu adalah Wayang Upacara atau wayang sakral, yaitu Wayang Sapuh Leger dan Wayang Sudamala. Waktu penyelenggaraannya disesuaikan dengan waktu upacara keseluruhan.

Wayang Parwa dipentaskan dalam kaitannya dengan berbagai jenis upacara adat dan agama walaupun pertunjukannya sendiri berfungsi sebagai hiburan yang bersifat sekuler. Dalam pertunjukannya, dalang Wayang Parwa bisa saja mengambil lakon dari cerita Bharata Yudha atau bagian lain dari cerita Mahabharata. Oleh sebab itu jumlah lakon Wayang Parwa adalah paling banyak.

Di antara lakon-lakon yang umum dipakai, yang diambil dari kisah perang Bharatayudha adalah:

a) Gugurnya Bisma
b) Gugurnya Drona
c) Gugurnya Abhimanyu / Abimanyu
d) Gugurnya Karna
e) Gugurnya Salya
f) Gugurnya Jayadrata

Lakon - lakon terkenal sebelum Bharatayudha misalnya:

a) Sayembara Dewi Amba
b) Pendawa - Korawa Aguru
c) Pendawa - Korawa Berjudi
d) Sayembara Drupadi
e) Lahirnya Gatotkaca
f) Aswameda Yadnya
g) Kresna Duta
h) Matinya Sisupala
Dan lain-lain.

Wayang Parwa biasanya didukung oleh sekitar 7 orang yang terdiri dari:
1 orang dalang
2 orang pembantu dalang
4 orang penabuh gender wayang (yang memainkan sepasang pemade dan sepasang kantilan)

Durasi pementasannya lebih panjang daripada Wayang lemah yakni berkisar antara 3 sampai 4 jam.

Referensi :

Wayang Peteng

Foto : https://bit.ly/3uGpWGT

Seperti namanya, wayang peteng adalah wayang yang dipentaskan di malam hari. Pertunjukan wayang peteng memiliki tema yang lebih luas, dapat berupa hiburan atau spiritual. Wayang peteng berdasarkan tema ceritanya dapat dibagi lagi menjadi sembilan jenis yaitu Wayang Parwa, Wayang Ramayana, Wayang Gambuh, Wayang Calonarang, Wayang Cupak, Wayang Sasak, Wayang Arja, Wayang Tantri, dan Wayang Babad. 

1. Wayang Parwa
Wayang parwa adalah wayang kulit yang membawakan lakon-lakon yang bersumber dari wiracarita mahabrata yang juga dikenal sebagai Asta dasa Parwa

2. Wayang Ramayana
Wayang ramayana adalah wayang kulit yang membawakan lakon-lakon dari wiracarita ramayana.

3. Wayang Gambuh
Wayang  Gambuh adalah salah satu jenis wayang bali yang langka, yang pada dasarnya adalah pertunjukan wayang kulit yang melakonkan cerita malat, seperti wayang panji yang ada dijawa.

4. Wayang Calonarang
Wayang Calonarang juga sering disebut sebagai wayang Leak yang merupakan salah satu jenis wayang kulit bali yang dianggap angker karena dalam pertunjukannya banyak mengungkapkan nilai-nilai magis serta rahasia pangiwa dan panengen.

5. Wayang cupak
Wayang cupak merupakan salah satu jenis Wayang bali yang langka, yang melakonkan cerita Cupak Grantang serta mengisahkan perjalanan hidup dari dua putra Barata Brahma yang sangat berbeda wataknya

6. Wayang Sasak
Wayang Sasak mengambil lakon dari cerita islam, khususnya dari serat menak .

7. Wayang Arja
Wayang Arja menampilkan lakon-lakon  yang bersumber pada cerita Panji (Malat)

8. Wayang Tantri
Wayang Tantri menampilkan lakon yang dibawakan adalah cerita Ni Diah Tantri dan cerita mengenai kehidupan binatang lainnya.

9. Wayang Babad
Wayang Babad membawakan lakon cerita sejarah Bali atau Babad, sumber lakonnya berasal dari dramatari Topeng Bali

Referensi :

Wayang Lemah

Foto : https://bit.ly/3uCPnsL

Wayang lemah dibeberapa tempat juga disebut dengan wayang gedog. Wayang ini merupakan wayang yang dimainkan dalam rangka upacara agama Hindu di Bali. Wayang lemah dipentaskan tanpa mempergunakan layar atau kelir dan lampu blencong. Dalam memainkan wayangnya, dalang menyandarkan wayang-wayang pada seutas benang putih (benang tukelan) sepanjang sekitar satu sampai satu setengah meter diikatkan pada batang kayu dapdap yang dipancangkan pada batang pisang di kedua sisi dalang. Gamelan pengiringnya adalah gender wayang yang berlaras slendro (lima nada).

Wayang lemah atau wayang gedog ini dapat dipentaskan pada siang, sore atau pada saat upacara keagamaan berlangsung. Pendukung pertunjukan wayang ini adalah yang paling kecil, 3 sampai 5 orang, yang terdri dari seorang dalang, dan satu atau dua pasang penabuh gender wayang. Sebagai kesenian upacara, pertunjukan wayang lemah biasanya mengambil tempat di sekitar tempat upacara dengan tidak mempergunakan panggung pementasan yang khusus. Adapun lakon yang dibawakan pada umumnya bersumber dari cerita Mahabharata yang disesuaikan dengan jenis dan tingkatan upacara yang diiringinya. Durasi pementasan Wayang lemah pada umumnya singkat sekitar 1 sampai 2 jam.

Wayang Lemah termasuk salah satu wayang dari tiga macam wayang yang disakralkan di Bali. Tiga wayang dimaksud adalah Wayang Sapu Leger, Wayang Sudamala dan Wayang Lemah. Ketiga wayang itu mempunyai persamaan fungsi yaitu : ngeruat. Dari ketiga jenis wayang itu, Wayang Sapuh Leger diusung paling angker dan paling berat, baik bagi  dalang yang membawakannya maupun bagi yang berkepentingan, yaitu dalam konteks khusus ngeruat orang yang dilahirkan pada wuku wayang. Sedangkan  Wayang Sudamala dan Wayang Lemah mempunyai fungsi lebih umum yaitu untuk manusa yadnya, pitra yadnya, dewa yadnya, buta yadnya, dan resi yadnya.

Kehadiran Wayang Lemah sangat dibutuhkan dalam Upacara Panca Yadnya. Salah satu dari kelima yadnya yang memerlukan pementasan Wayang Lemah dalam prosesi upacaranya adalah dewa yadnya. Upacara dewa yadnya adalah pemujaan serta persembahan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi  melalui sinar suci-Nya yang disebut dewa-dewi. Pemujaan kehadapan para dewa menyebabkan digelarnya upacara dewa yadnya. Dalam prosesi upacara dewa yadnya selalu disertai dengan pementasan Wayang Lemah.

Referensi :